Snack's 1967


Hadits 12: Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ.
حديث حسن ، رواه الترمذي وغيره هكذا

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: "Di antara baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat (tidak penting) bagi dirinya." Hadits hasan, diriwayatkan Imam At Tirmidzi dan lainnya seperti ini.
Takhrij Hadits:
-Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 2317, dari Abu Hurairah.
Berkata Imam At Tirmidzi:
هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
"Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya dari hadits Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melainkan melalui jalur ini." (Sunan At Tirmidzi No. 2317)
Juga No. 2318 dari Ali bin Al Husein. Berkata Imam At Tirmidzi:
وَهَكَذَا رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِ الزُّهْرِيِّ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ حَدِيثِ مَالِكٍ مُرْسَلًا وَهَذَا عِنْدَنَا أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَعَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ لَمْ يُدْرِكْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ
"Dan yang seperti ini telah diriwayatkan lebih dari satu orang dari sahabat-sahabat Az Zuhri, dari Az Zuhri, dari Ali bin Al Husein, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagaimana haditsnya Imam Malik secara mursal. Dan hadits ini menurut kami lebih shahih dari hadits: Abu Salamah dari Abu Hurairah. Dan, Ali bin Al Husein belum pernah berjumpa dengan Ali bin Abi Thalib." (Sunan At Tirmidzi No. 2318)
-Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3979, dari Abu Hurairah
-Imam Malik dalam Al Muwaththa' No. 1604, dari Ali bin Al Husein secara mursal
-Imam Ahmad dalam Musnadnya No.1737, dari Ali bin Al Husein dari ayahnya.
Berkata Syaikh Syu'aib Al Arnauth dalam tahqiqya terhadap Musnad Ahmad:
حسن بشواهده، وهذا إسناد ضعيف لضعف عبد الله بن عمر- وهو العمري
"(Hadits ini) Hasan dengan berbagai syahid/penguatnya, sedangkan isnad hadits ini adalah dhaif karena kedhaifan Abdullah bin Umar yaitu Al 'Umari." (Ibid, 3 /259)
Dalam Musnad Ahmad No. 1732, dengan jalur yang berbeda:
Dari Ibnu Numair dan Ya'la, mereka berkata: bercerita kepada kami Hajjaj yaitu Ibnu Dinar Al Wasithi, dari Syu'aib bin Khalid , dari Husein bin Ali, dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلامِ الْمَرْءِ، قِلَّةَ الْكَلامِ فِيمَا لَا يَعْنِيهِ
"Sesungguhnya di antara kebaikan keislaman seseorang adalah sedikitnya berbicara hal- hal yang tidak bermanfaat."
Berkata Syaikh Syu'aib Al Arnauth:
حديث حسن لِشواهده، وهذا إسناد ضعيف لانقطاعه، شعيب بن خالد لم يُدرك الحسين بن علي، وانظر "العلل" لابن أبي حاتم 2 / 241-242
"Hadits hasan dengan berbagai penguatnya, dan isnad hadits ini dhaif lantaran inqitha' (terputus sanadnya), Syu'aib bin Khalid belum pernah berjumpa dengan Al Husein bin Ali. Lihat Al 'Ilal-nya Ibnu Abi Hatim, 2 / 241-242 ." (Ibid, 3 /256). Selesai
-Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 229, dari Abu Hurairah
-Imam Ibnu Al Ja'di dalam Musnadnya No. 2925, dari Ali bin Al Husein secara mursal
-Imam Ath Thabarani dalam Al Mu'jam Al Kabir No. 2886 , juga dalam Al Mu'jam Ash Shaghir No. 1080
-Imam Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman No. 4986
-Imam Al Qudha'i dalam Musnad Asy Syihab No. 194
-Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 4132, dari Abu Hurairah
-Imam Ar Rahmahurmudzi dalam Al Muhadiits Al Faashil, Hal. 206
-Imam Abu Nu'aim dalam Hilayatul Auliya', 8 /249
Sementara itu, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah menyatakan dalam berbagai kitabnya bahwa hadits ini shahih. (Lihat Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 4839 , Takhrij Ath Thahawiyah, Hal. 291 . Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2317 , 2318)
Sedangkan Imam An Nawawi Rahimahullah sendiri hanya menghasankannya sebagaimana tertera dalam matan di atas. Ada pun Imam Ibnu Daqiq Al 'Id Rahimahullah mengisyaratkan shahihnya hadits ini. Beliau berkata;
وقد رواه قرة بن عبد الرحمن عن الزهري عن أبي سلمة عن أبي هريرة وصحح طرقه
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Qurrah bin 'Abdurrahman dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dan jalur-jalurnya ia nyatakan shahih. (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 62)
Makna Hadits Secara Global
Hadits ini memiliki faidah yang banyak walau dengan kalimat pendek. Bahkan Imam Abu Daud mengatakan:
أصول السنن في كل فن أربعة أحاديث وذكر منها هذا الحديث
"Ada empat hadits yang menjadi dasar bagi tiap-tiap perbuatan, salah satunya adalah Hadits ini." (Imam Ibnu Dqqiq Al 'Id, Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 62) [1]

Hadits ini mengisyaratkan salah satu standar bagusnya kualitas keislaman, ketundukan, dan kesempurnaan iman seseorang adalah meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi orang tersebut, baik manfaat dunia maupun akhirat.
Sebaliknya, di antara keburukan kualitas keislaman seseorang adalah dia mengerjakan yang tidak bermanfaat baginya.
Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah mengatakan:
أن من قبح إسلام المرء أخذه فيما لا يعنيه
"Sesungguhnya di antara jeleknya keislaman seseorang adalah dia mengerjakan hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya." (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 12)
3. Hadits ini mengisyaratkan agar seorang muslim menaikan kualitas dirinya dengan dianjurkan menggeluti hal-hal yang bermanfaat.
Syaikh Ismail Al Anshari mengatakan:
الحث على الاشتغال بما يعني ، وهو ما يفوز به المرء في معاده من الإسلام والإيمان والإحسان ، وما يتعلق بضرورة حياته في معاشه ، فإن المشتغل بهذا يسلم من المخاصمات وجميع الشرور.
"Anjuran untuk menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, yaitu apa-apa yang membawa keuntungan bagi seseorang untuk akhiratnya, berupa Islam, Iman, dan Ihsan. Dan apa-apa yang terkait dengan kebutuhan primer kehidupannya pada pencaharian nafkahnya. Maka, kesibukan dengan hal ini akan mendatangkan keselamatan dari permusuhan dan semua keburukan." (Ibid)
4. Sebaliknya menyibukkan diri dalam urusan yang tidak bermanfaat akan melupakannya dari kebaikan dan amal yang bermanfaat. Sebab ketika seseorang sibuk dengan kebatilan maka dia tidak mungkin sibuk dengan kebaikan, dan sebaliknya.
Al Hasan bin Abi Thalib Radhiallahu 'Anhuma mengatakan:
من علامة إعراض الله تعالى عن العبد أن يجعل شغله فيما لا يعنيه
"Di antara tanda bahwa Allah Ta'ala berpaling dari seorang hamba adalah dijadikannya hamba itu sibuk dengan hal yang tidak bermanfaat." (Imam Ibnu Daqiq Al 'Id, Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 62. Maktabah Misykah)
Makna Kata dan Kalimat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : dari Abu Hurairah dia berkata
Tentang Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu sudah kami jelaskan dalam syarah hadits kesembilan.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ: Di antara baiknya keislaman seseorang
Yaitu di antara bagusnya keimanan, keyakinan, kepasrahan, dan ketundukkan seseorang.
مِنْ (Min) artinya 'dari', namun dalam konteks kalimat ini bermakna li tab'idh (untuk menyatakan sebagian). Maka, diartikan: di antara baiknya keislaman seseorang, yaitu salah satu ciri atau standar baiknya keislaman, di antara ciri dan standar lainnya.
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah:
من : تبعيضية ، أو بيانية
"Min artinya tab'iidhiyah (menyatakan bagian) atau bayaniyah (sebagai penjelasan)." (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 12)
Syaikh Abul 'Ala Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarkafuri Rahimahullah mengatakan:
قَوْلُهُ : ( مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ ) أَيْ مِنْ جُمْلَةِ مَحَاسِنِ إِسْلَامِ الْإِنْسَانِ وَكَمَالِ إِيمَانِهِ
Sabdanya (Di antara baiknya keislaman seseorang) yaitu di antara kebaikan Islam bagi manusia dan kesempurnaan imannya secara umum. (Tuhfah Al Ahwadzi, 6 /607)
Ada pun Syaikh Ibnul Utsaimin menambahkan:
إسلام المرء هو استسلامه لله عز وجل ظاهرا وباطنا فأما باطنا فاستسلام العبد لربه بإصلاح عقيدته وإصلاح قلبه وذلك بأن يكون مؤمنا بكل ما يجب الإيمان به على ما سبق في حديث جبريل وأما الاستسلام ظاهرا فهو إصلاح عمله الظاهر كأقواله بلسانه وأفعاله بجوارحه
" Keislaman seseorang yaitu ketundukannya hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla baik zahir dan batin, ada pun secara batin ketundukan seorang hamba kepada RabbNya, yaitu dengan memperbaiki aqidah dan hatinya, dan hal itu dengan mengimani segala apa-apa yang wajib diimani seperti dalam hadits Jibril yang lalu. Ada pun ketundukkan secara zahir adalah memperbaiki perbuatan zahirnya, seperti ucapan dengan lisan dan perbuatan dengan lahiriyahnya." (Syarh Riyadhusshalihin No. 67)
تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ : dia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat
Yaitu dia meninggalkan perkara yang tidak membawa faidah, dan juga sia-sia, bagi kehidupan dunia dan akhiratnya, dan tidak membawa maslahat agama dan kebutuhan dirinya.
Apakah batasan 'tidak bermanfaat'? Syaikh Al Mubarkafuri mengutip dari Imam Al Ghazali Rahimahullah:
قَالَ الْغَزَالِيُّ : وَحَدُّ مَا يَعْنِيك أَنْ تَتَكَلَّمَ بِكُلِّ مَا لَوْ سَكَتّ عَنْهُ لَمْ تَأْثَمْ وَلَمْ تَتَضَرَّرْ فِي حَالٍ وَلَا مَالٍ.
"Berkata Al Ghazali: Batasan sesuatu yang bermanfaat bagi anda adalah anda membicarakan segala hal yang jika anda mendiamkanya, maka anda tidak berdosa dan tidak merugikan kondisi dan harta anda." (At Tuhfah, 6 /607)
Imam Ibnu Rajab Rahimahullah menjelaskan sedikit berbeda:
أنَّ مِنْ حسن إسلامه تَركَ ما لا يعنيه من قولٍ وفعلٍ ، واقتصر على ما يعنيه من الأقوال والأفعال ، ومعنى يعنيه : أنْ تتعلق عنايتُه به ، ويكونُ من مقصده ومطلوبه ، والعنايةُ : شدَّةُ الاهتمام بالشيء ، يقال : عناه يعنيه : إذا اهتمَّ به وطلبه ، وليس المُراد أنَّه يترك ما لا عناية له به ولا إرادة بحكم الهوى وطلب النفس ، بل بحكم الشرع والإسلام ، ولهذا جعله من حسن الإسلام ، فإذا حَسُنَ إسلامُ المرء ، ترك ما لا يعنيه في الإسلام من الأقوال والأفعال ، فإنَّ الإسلامَ يقتضي فعل الواجبات كما سبق ذكره في شرح حديث جبريل - عليه السلام -.
"Sesungguhnya di antara bagusnya keislamannya adalah dia meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baik berupa ucapan dan perbuatan, dan dia mencukupkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat baik ucapan dan perbuatan. Makna dari Ya'niihi (yang bermanfaat baginya) adalah menyukai sesuatu yang diinginkan dan menjadikannya sebagai maksud dan tuntutannya. 'Inaayah artinya hasrat/perhatian yang kuat terhadap sesuatu. Di katakan: anaahu - ya'niihi yaitu jika dia perhatian dan menginginkannya. Hal ini bukan maksudnya semata- mata meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, dan tidak berarti perbuatan yang dihukumi dengan hawa nafsu, tetapi menurut hukum syara' dan Islam. Maka, jika seseorang ingi memperbaiki keislamannya, dia meninggalkan hal yang tidak bermafaat dalam Islam baik berupa ucapan dan perbuatan, karena Islam menuntut untuk melakukan kewajiban sebagaimana penjelasan lalu dalam syarah hadits Jibril 'Alaihissalam." (Imam Ibnu Rajab, Jami' Al 'Ulum wal Hikam, Syarah Hadits ke 12)
Syaikh Al Mubarkafuri mengutip dari Al Qari sebagai berikut:
قَالَ الْقَارِي فِي مَعْنَى تَرْكِهِ مَا لَا يَعْنِيهِ : أَيْ مَا لَا يُهِمُّهُ وَلَا يَلِيقُ بِهِ قَوْلًا وَفِعْلًا ، وَنَظَرًا وَفِكْرًا وَقَالَ : وَحَقِيقَةُ مَا لَا يَعْنِيهِ مَا لَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي ضَرُورَةِ دِينِهِ وَدُنْيَاهُ ، وَلَا يَنْفَعُهُ فِي مَرْضَاةِ مَوْلَاهُ بِأَنْ يَكُونَ عَيْشُهُ بِدُونِهِ مُمْكِنًا.
Melakukan hal yang tidak bermanfaat, walau tidak mendatangkan dosa, tetaplah seharusnya ditinggalkan. Sebab ciri seorang mukmin adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat dan melalaikan.
Allah Ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
"dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna." (QS. Al Mu'minun (23 ): 3)
Berkata Imam Ibnu Jarir Rahimahullah:
والذين هم عن الباطل وما يكرهه الله من خلقه معرضون.
"Dan orang-orang di antara hambaNya yang menjauhkan diri dari hal yang batil (sia-sia) dan yang Allah benci." (Jami'ul Bayan, 19 /9-10)
Berkata Az Zujaj:
عَنْ كُلِّ بَاطِلٍ وَلَهْوٍ وَمَا لَا يَحِلُّ مِنَ الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ
"(menjauhkan diri) dari segala hal yang sia-sia (batil), melalaikan, dan yang tidak halal baik ucapan dan perbuatan." (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 5 /409)
Perilaku menjauhkan hal yang melalaikan dan tidak berguna, telah membuat Luqmanul Hakim medapatkan posisi dan derajat yang sangat mulia. Diceritakan tentang Luqmanul Hakim:
فَرُوِيَ أَنَّهُ لَقِيَهُ رَجُلٌ وَهُوَ يَتَكَلَّمُ بِالْحِكْمَةِ فَقَالَ: أَلَسْتَ فُلَانًا الرَّاعِيَ فَبِمَ بَلَغْتَ مَا بَلَغْتَ؟ قَالَ: بِصِدْقِ الْحَدِيثِ، وَأَدَاءِ الْأَمَانَةِ، وَتَرْكِ مَا لَا يَعْنِينِي
Diriwayatkan bahwa seseorang menemuinya dan dia berbicara dengan penuh hikmah, laki-laki itu bertanya : "Bukankah engkau si fulan sang penggembala, dengan apa yang membuat engkau mencapai derajat yang kamu capai sekarang?" Jawabnya : "Berkata benar, menunaikan amanat dan meninggalkan apa saja yang tidak berguna bagi diriku". (Imam Ath Thabari, Jami'ul Bayan, 21 /68 . Imam Al Baghawi, Ma'alim At Tanzil, 6 /278 . Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al 'Azhim. 6 /334 . Imam Al Qurthubi, Jami'ul Ahkam, 14 /60- 61 . Imam As Suyuthi, Ad Durul Mantsur, 6 /512 . Imam Ibnu Daqiq Al 'Id menyebutnya sebagai riwayat dari Imam Malik tentang Luqmanul Hakim, Syarhul Arbain, Hal. 62)
Bukan Berarti Terlarang Sama Sekali
Berbagai macam permainan dan hiburan yang ada dalam kehidupan manusia tidak berarti dilarang secara mutlak. Ada berbagai riwayat shahih bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Salam, para sahabat, dan tabi'in pernah menyaksikan dan menikmati permainan, padahal mereka adalah semulia-mulianya genarasi.
Imam Al Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan 'Aisyah Radhiallahu 'Anha pernah menonton permainan pedang orang Habasyah di Masjid Nabi ketika hari raya. Mereka melihat cukup lama hingga sampai 'Aisyah Radhiallahu 'Anha bosan melihatnya.
Imam Al Bukhari juga meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah mandi bersama 'Aisyah Radhiallahu 'Anha.
Imam Abu Daud dan Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah adu cepat lari sebanyak dua kali bersama 'Aisyah, yang pertama 'Aisyah pemenang dan yang kedua 'Aisyah kalah. "
Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bercanda dengan sahabatnya bernama Zahir, beliau menganggetkannya dengan cara memeluknya dari belakang dan menutup mata Zahir ketika berjualan di pasar, dan seterusnya.
Demikianlah, namun tidaklah 'bersia-sia' merupakan perilaku yang mentradisi, melainkan hanya aktifitas selingan yang sesekali saja. Untuk menyegarkan hati, melunakkan jiwa, dan meringankan pikiran.
Wallahu A'lam

[1] Empat hadits yang dimaksud Imam Abu Daud adalah: 1 . Innamal A'malu bin niyyat. 2 . Min Husnil Islamil Mar'i. 3 . Laa yakuunu al mu'min mu'minan hatta yardha li akhiihi. 4. Al Halal bayyin wal Haram bayyin.... (Lihat Imam Al 'Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 1 /17 . Imam Ibnu Rajab, Jami' Al 'Ulum wal Hikam, 3 /6. Mawqi' Ruh Al Islam)
Tags: syarah hadits arbain



<<BACK