Hadits 23: Suci Adalah Bagian Dari Iman عَنْ أَبِي مَالِكٍ الحَارِثِ بنِ عَاصِم الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ، والحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الميزانَ، وسُبْحَانَ اللهِ والحَمْدُ للهِ تَمْلآنِ - أَو تَمْلأُ - مَا بَيْنَ السَّمَاءِ والأَرْضِ، وَالصَّلاةُ نُورٌ، والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَو عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوبِقُهَا (رواه مسلم.(
Dari Abu Malik Al Harits bin 'Ashim Al Asy'ari Radhiallahu 'Anhu, dia berkata: Bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: "Kesucian adalah sebagian dari iman, Al Hamdulillah memberatkan timbangan, Subhanallah dan Al Hamdulillah akan memenuhi antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah burhan (bukti), sabar adalah pelita, Al Quran adalah hujjah bagimu dan atasmu, setiap manusia berusaha untuk menjual dirinya maka dia menjadi merdeka (dari azab, pen) atau menjadi binasa. (HR. Muslim) Takhrij Hadits:
-Imam Muslim dalam Shahihnya No. 223
-Imam Al Baihaqi dalam Ma'rifatus Sunan wal Aatsar No. 151 , juga Syu'abul Iman No. 2709 , juga As Sunan Al Kubra No. 185
-Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 22953 ,
-Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 6503
-Imam Abu 'Uwanah dalam Musnadnya No. 600
-Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 148
-Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul 'Ummal No. 25998
Makna Hadits Secara Global:
Secara umum hadits ini memuat beberapa pelajaran, di antaranya:
1. Hadits ini memuat berbagai dasar-dasar agama Islam, sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Daqiq Al 'Id Rahimahullah sebagai berikut:
هذا الحديث أصل من أصول الإسلام وقد اشتمل على مهمات من قواعد الإسلام والدين.
Hadits ini merupakan dasar di antara dasar-dasar Islam, di dalamnya terkandung perkara- perkara penting dari kaidah- kaidah Islam dan agama. (Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 84)
Sebab, dalam hadits ini mencakup berbagai amalan kebaikan, baik amalan lisan, hati, dan jawaarih (perbuatan anggota badan).
2. Penjelasan atas fadhilah (keutamaan) berbagai amal shalih, baik amal shalih lisaniy (yakni dzikir), badaniy (seperti bersuci, shalat, mengamalkan Al Quran), qalby (yakni sabar), dan maaliy (yakni sedekah), dan lainnya. Semua amal ini memiliki keutamaannya tersendiri yang menjadi alternatif bagi kita ketika lemah pada satu amal, kita bisa meraih keutamaan pada amal lainnya. Semua ini sebagai jalan dan sarana (Al Wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah (5 ): 35)
Ayat lainnya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan (wasilah) kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al Isra (17 ): 57)
3. Hal ini menunjukkan kemurahan dari Allah 'Azza wa Jalla kepada hamba-hambaNya dengan memberikan berbagai alternatif peribadatan tambahan. Sehingga, kita tidak menjadi berkecil hati ketika merasa kurang di satu amalan, sebab kita masih bisa melakukan amal shalih lainnya. Seperti bagi yang kurang sedekah misalnya, masih ada amal shalih lainnya yang bisa dia kerjakan seperti dzikir.
Dalam sejarah para salaf pun, mereka senantiasa bersemangat mencari alternatif lain ketika mereka merasa kurang di suatu amalan, yang disesuaikan kemampuan mereka. Sebagaimana dikisahkan dalam riwayat berikut:
وعَن أبي هُريرة رضي اللَّه عنه أَنَّ فُقَرَاءَ المُهَاجِرِينَ أَتَوْا رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم. فقالوا: ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجاتِ العُلَى والنَّعِيمِ المُقِيمِ. فَقَال:"ومَا ذَاكَ؟"فَقَالُوا: يُصَلُّونَ كمَا نُصَلِّي، ويَصُومُونَ كمَا نَصُومُ. وَيَتَصَدَّقُونَ ولا نَتَصَدَّقُ، ويَعتِقُونَ ولا نَعتقُ فقال رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم:"أَفَلا أُعَلِّمُكُمْ شَيئاً تُدرِكُونَ بِهِ مَنْ سبَقَكُمْ، وتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُم إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثلَ ما صَنَعْتُم؟"قالوا: بَلَى يا رسولَ اللَّه، قَالَ:"تُسبحُونَ، وتحمَدُونَ وتُكَبِّرُونَ، دُبُر كُلِّ صَلاة ثَلاثاً وثَلاثِينَ مَرَّةً"فَرَجَعَ فُقَرَاءُ المُهَاجِرِينَ إِلى رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، فَقَالُوا: سمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَموَالِ بِمَا فَعلْنَا، فَفَعَلوا مِثْلَهُ؟ فَقَالَ رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم:"ذلك فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يشَاءُ"متفقٌ عليه، وهذا لفظ روايةِ مسلم.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, bahwa kaum faqir dari Muhajirin mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, mereka berkata: "Orang-orang kaya (Ahlud Dutsur) telah pergi dengan derajat yang tinggi, serta kenikmatan yang abadi. " Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya: "Kenapa bisa begitu?" Mereka menjawab: "Mereka shalat sebagaimana kami, mereka berpuasa sebagaimana kami, tetapi mereka bersedekah kami tidak, dan mereka membebaskan budak kami tidak." Rasulullah bersabda: "Maukah kalian aku ajarkan sesuatu yang dapat mengejar mereka, dan tidak seorang pun yang lebih baik dari kamu kecuali jika mereka mengerjakan apa yang kamu kerjakan?" Mereka menjawab: :"Tentu wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setiap sehabis shalat sebanyak 33 kali." Setelah itu kaum faqir mujahirin kembali lagi kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, berkata: "Saudara-saudara kami orang kaya mendengar apa yang kami lakukan dan mereka melakukan hal itu juga." Maka, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Itulah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya. " (HR. Muttafaq 'Alaih, dan lafaz ini milik Imam Muslim). (HR. Bukhari No. 6329 dan Muslim No. 595)
4. Hadits ini juga mengisyaratkan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan yang berbeda dalam kemampuan dan kecenderungannya. Oleh karenanya, amat sulit kita temukan manusia yang mampu segalanya (All Around) dalam menjalankan syariat. Di sisi lain, ini menjadi pelajaran bagi kita agar menilai dan menyikapi manusia sesuai kadar kapasitas diri mereka, karena memang kesempurnaan hanya milik Allah dan RasulNya. Dengan demikian lahirlah pandangan husnu azh zhan kepada sesama muslim, dan senantiasa memberikan 'udzur kepada mereka ketika ada kekurangan dan kesalahan, tanpa harus menghilangkan budaya munashahah (saling menasihati).
Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّمَا النَّاسُ كَالْإِبِلِ الْمِائَةِ لَا تَكَادُ تَجِدُ فِيهَا رَاحِلَةً
Sesungguhnya manusia bagaikan seratus ekor Unta, hampir- hampir tidak ditemukan padanya yang layak dijadikan tunggangan (raahilah). (HR. Bukhari No. 6498 , Muslim No. 2547 , Ibnu Hibban No. 5797 , Abu Ya'la No. 5436 , 5457 , 5549 , Ahmad No. 6030 , 6044 , 6049 , Ath Thabarani dalam Al Mu'jam Al Kabir No. 13105 , juga Al Mu'jam Al Awsath No. 3607 , Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 20242 , Al Qudha'i dalam Musnadnya No. 198 , Ath Thahawi dalam Musykilul Aatsar No. 1264 , 1265)
Apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ini menunjukkan betapa tidak mudahnya mencari manusia unggul dan berkualitas. Sampai- sampai dari seratus mereka hampir tak ada satu pun yang layak untuk mendapatkan tugas- tugas berat, sebagaimana raahilah yang mampu mengarungi ganasnya padang pasir.
Allahumma........... maafkanlah kelemahan hamba-hambaMu ini, dan kuatkanlah kami, serta tolonglah kami dalam menjalankan syariatMu dan membela agamaMu, dan bantulah kami dalam melawan musuh- musuh kami dan musuhMu. Amiin.......
5. Jika kita perhatikan, amalan yang terkandung dalam hadits ini adalah "amalan ringan" dan "mudah" tetapi berhadiah besar. Tak disebut di dalamnya amalan yang membutuhkan tenaga dan biaya besar, serta waktu yang lama, seperti hijrah, jihad, dan haji. Oleh karenanya, hal ini dapat memacu kaum beriman -yang lemah sekali pun- untuk bersegera dan berlomba melakukan kebaikan (fastabiqul khairat).
Namun, kenyataannya tidak demikian. Perkara yang nampaknya ringan ini, tetaplah berat bagi orang yang lemah tekadnya, minim hasratnya, dan layu kepribadianya. Mereka tetap terhalang oleh hawa nafsu dan syahwat dunia, untuk meninggalkan perniagaan yang menguntungkan ini. Mereka masih berkeluh kesah terhadap beragam amal shalih ini; shalat, sedekah, dan dzikir.......... kenapa harus ada?!!
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." (QS. Al Ma'arij: 19)
Ayat lain:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah." (QS. An Nisa (4 ):28)
Ayat lain:
وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
"Kehidupan dunia telah memperdaya mereka." (QS. Al An'am (6 ): 130)
6. Hadits ini menunjukkan Syumuliyatul Islam (keparipurnaan Islam), sebagai agama yang memperhatikan berbagai aspek hidup manusia. Aspek ruhani nampak pada anjuran untuk berdzikir dan shalat, aspek raga nampak pada anjuran untuk bersuci (thuhur) yakni berwudhu, aspek pribadi nampak pada anjuran untuk bersabar, dan aspek sosial nampak pada anjuran bersedekah.
Sebuah ajaran dikatakan sempurna ketika ajaran tersebut telah meng-cover apa-apa yang dibutuhkan oleh semua sisi kehidupan manusia dan telah memberikan solusi bagi kehidupan mereka. Jadi, ketika ada ajaran agama yang melarang kawin bagi tokohnya, menganjurkan kehidupan ruhbaniyah (kependetaan) dan meninggalkan dunia secara total, tidak membicarakan aspek hukum dalam sosial kemasyarakatan, dan sebagainya, maka ajaran tersebut tidak layak dipeluk dan dipromosikan oleh dan untuk manusia, sebagai manusia ada;ah makhluk yang begitu kompleks permasalahannya, dan membutuhkan sumber ajaran yang memiliki solusi yang menyeluruh dan lengkap lagi sempurna, itulah Al Islam.
Allah Ta'ala berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
"Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An Nahl (16 ): 89)
Ayat lainnya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu..." (QS. Al Maidah (5 ): 3) Makna Kata dan Kalimat:
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الحَارِثِ بنِ عَاصِم الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: Dari Abu Malik Al Harits bin 'Ashim Al Asy'ari Radhiallahu 'Anhu, dia berkata
Tersebut dalam Hasyiah 'ala As Sunan An Nasa'i tentang namanya:
وَأَبُو مَالِكٍ اِسْمه الْحَرْث بْن الْحَرْث وَقِيلَ : عُبَيْد وَقِيلَ : عُمَر وَقِيلَ : كَعْب اِبْن عَاصِم وَقِيلَ : عُبَيْد اللَّه وَقِيلَ : كَعْب بْن كَعْب وَقِيلَ : عَامِر بْن الْحَرْث
Abu Malik, namanya adalah Al Harts bin Al Harts, ada yang menyebut: 'Ubaid, ada yang menyebut: Ka'ab bin 'Ashim, ada yang menyebut: 'Ubaidullah, ada yang menyebut: Ka'ab bin Ka'ab, dan ada juga yang menyebut: 'Amir bin Al Harts. (Hasyiyah As Suyuthi was Sindi 'ala As Sunan An Nasa'i, 3 /461. Mawqi' Al Islam)
Imam An Nawawi Rahimahullah sendiri mengatakan:
وأما أبو مالك فاختلف في اسمه فقيل الحارث وقيل عبيد وقيل كعب بن عاصم وقيل عمرو وهو معدود في الشاميين
Adapun Abu Malik, telah terjadi perbedaan pendapat tentang namanya. Ada yang mengatakan: Al Harits, ada yang menyebut: 'Ubaid, ada yang menyebut: Ka'ab bin 'Ashim, dan ada yang menyebut: 'Amru. Dia terhitung sebagai penduduk Syam. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3 /100 , Cet. 2 , 1392H. Dar Ihya At Turats Al 'Arabi, Beirut)
Dalam Usadul Ghabah disebutkan bahwa Abu Malik adalah Al Harits bin Al Harits Al Asy'ari. Sementara yang lain menyebutkan bahwa Abu Malik Al Asy'ari bukan kun- yahnya Al Harits bin Al Harits, Abu Malik adalah kun-yah dari Ka'ab bin 'Ashim, namun ini juga diperselisihkan. (Imam Ibnul Atsir, Usadul Ghabah, Hal. 202- 203)
Sementara Al Hafizh Ibnu Hajar punya pendapat lain, beliau menyebutkan bahwa Abu Malik Al Asy'ari adalah kun-yah milik beberapa orang yang berbeda:
Pertama , Al Harits bin Al Harits, nama dan gelarnya sama-sama terkenal.
Kedua , Ka'ab bin 'Ashim, terkenal namanya sedangkan gelarnya mungkin ada beberapa, Al Baghawi mengatakan, dia digelari Abu Malik.
Ketiga , Abu Malik Al Asy'ari, orang yang terkenal dengan gelarnya ini, tetapi manusia berbeda pendapat tentang nama aslinya. Ada yang menyebut: 'Amru, ada yang menyebut: 'Ubaid. Sa'id Al Burdza'i berkata: "Aku mendengar Abu Bakar bin Abi Syaibah mengatakan: Abu Malik Al Asy'ari namanya adalah 'Amru." Diriwayatkan oleh Al Hakim Abu Ahmad, dan selainnya menambahkan, bahwa dia adalah 'Amru bin Al Harits bin Hani'. Berkata yang lainnya: dialah yang meriwayatkan dari Abudurrahman bin Ghanm tentang hadits Al Ma'azif (alat-alat musik). (Imam Ibnu Hajar, Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, 7 /356 . Cet. 1 , 1412H. Darul Jil, Beirut)
Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Abu Malik Al Asy'ari adalah seorang sahabat nabi yang wafat terkena penyakit tha'un, pada tahun 18 Hiriyah. (Taqribut Tahdzib, Hal. 1199. Dar Al 'Ashimah)
Selanjutnya:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: bersabda Rasulullah Shallallahu 'Amahi wa Sallam
الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ: kesucian sebagian dari iman
Yaitu menjaga kesucian badan dengan berwudhu dan lainnya, adalah sebagian dari kesempurnaan iman. Ada pun sebagian yang lain adalah menjaga kesucian hati dan pikiran.
Al Imam Al Hafizh Zainuddin Abdurra'uf Al Munawi Rahmatullah 'Alaih menjelaskan:
أي جزؤه أو المراد أن الإيمان يطهر الباطن والوضوء يطهر الظاهر فهو بهذا الاعتبار نصف
Yaitu bagiannya atau maksudnya adalah bahwa keimanan mensucikan batin dan wudhu mensucikan zahir, dan itu oleh kalimat ini dinamakan "sebagian". (At Taisir bisyarhi Al Jami' Ash Shaghir, 1 /289 . Cet. 3 , 1988 M-1408H. Maktabah Al Imam Asy Syafi'i, Riyadh)
Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah berkata:
الطهور: بضم الطاء _ التطهير بالماء من الأحداث.شطر الإيمان : نصف الإيمان ، لأن خصال الإيمان على قسين : أحدهما : يطهر القلب ويزكيه ، والأخر : يطهر الظاهر فهما تصفان بهذا الاعتبار
Ath Thuhur, dengan huruf tha' di-dhammah-kan, artinya bersuci dengan air dari berbagai hadats. Syathrul Iman artinya setengah dari iman, karena bagian keimanan ada dua parameter: pertama, membersihkan dan mensucikan hati, yang lainnya (kedua), mensucikan yang zahir. Maka, keduanya disifatkan dengan pengertian ini. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah Hadits No. 23)
Dalam konteks hadits ini, makna Ath Thuhur adalah bersuci dari hadats (baca: wudhu), sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits lain sebagai berikut:
الْوُضُوءُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
"Wudhu sebagian dari iman." (HR. At Tirmidzi, No. 3517 . Katanya: hasan shahih. Ibnu Majah No. 280 , An Nasa'i No. 2437 , Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman No. 2719 , Abu 'Uwanah dalam Musnadnya No. 601 , Ath Thabarani dalam Musnad Asy Syamiyin No. 2873, Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya)
Lafaz di atas adalah menurut riwayat Imam At Tirmidzi, ada pun lainnya berbunyi: isbaaghul wudhu syathrul iman (menyempurnakan wudhu sebagaian dari iman).
Al Isbaagh secara bahasa artinya Al Ikmal dan Al Itmam, artinya menyempurnakan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
Dia telah menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. (QS. Luqman (31 ): 20)
Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:
( اسباغ الوضوء ) أي اتمامه بالاتيان بسننه وتجنب مكروهاته
(Isbaaghul Wudhu) yaitu menyempurnakannya dengan melakukannya sesuai dengan sunahnya dan menjauhi hal-hal yang dimakruhkannya. (At Taisir bisyarhi Al Jami' Ash Shaghir, 1 /945)
Jadi, wudhu yang bisa dikatakan sebagian dari iman adalah yang sempurna wudhunya, sesuai sunah nabi, menjaga tertibnya, dan jauh dari hal-hal yang tidak selayaknya terjadi ketika wudhu. Bukan wudhu yang ngasal, dan bukan pula yang penting basah!
Ada pun wudhu yang sempurna, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memberitakan keutamaannya yang luar biasa.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
"Maukah kamu saya tunjukkan perbuatan yang dengannya dapat menghapuskan kesalahan dan meninggikan derajat?" Mereka menjawab: "Tentu wahai Rasulullah." Beliau menjawab: "Menyempurnakan wudhu dalam keadaan berat (Al Makarih), memperbanyak langkah kaki menuju masjid, dan menunggu shalat setelah shalat sebelumnya, dan itu bagi kalian adalah Ar Ribath (berjaga-jaga dalam jihad)." (HR. At Tirmidzi No. 51, katanya: hasan shahih)
Imam An Nawawi menjelaskan makna Al Makarih:
وَالْمَكَارِه تَكُون بِشِدَّةِ الْبَرْد وَأَلَمِ الْجِسْم وَنَحْو ذَلِكَ
Al Makarih itu menjadikannya sangat dingin dan menyakiti badan, dan semisalnya. (Al Minhaj, Syarh Shahih Muslim, 3 /141 . Cet. 2 , 1392H. Dar Ihya At Turats, Beirut)
Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan:
قوله: "على المكاره" فقيل اراد البرد وشدته وكل حال يكره المرء فيها نفسه فدفع وسوسة الشيطان في تكسيله إياه عن الطاعة والعمل الصالح والله أعلم.
Sabdanya ('alal Makaarih), disebutkan maksudnya adalah rasa dingin yang sangat, dan semua keadaan yang tidak disukai oleh seseorang. Lalu dia melawan bisikan syetan yang membuatnya malas dari perbuatan taat dan amal shalih. Wallahu A'lam. (Imam Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 20 /223. Muasasah Al Qurthubah)
Selanjutnya:
والحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الميزانَ: dan Al Hamdulillah memberatkan timbangan
Yaitu ucapan Al Hamdulillah akan memenuhi dan membuat berat timbangan kebaikan bagi yang mengucapkannya pada yaumul mizan nanti.
Maksudnya adalah begitu besar pahalanya. (Al Minhaj, 3 /101)
Begitu pula dikatakan Imam Al Munawi Rahimahullah:
( والحمد لله تملأ الميزان ) أي ثواب الكلمة يملؤها بفرض الجسمية
(dan Al Hamdulillah memberatkan timbangan) yaitu pahala ucapan itu akan memenuhinya dengan cara menjalankan kewajiban (perbuatan) jasmani. (At Taisir, 2 /241)
Jadi, tidak cukup lisan saja, tetapi perbuatan jasmani juga mesti menunjukkan sikap bersyukur sebagaimana terkandung dalam maksud ucapan tahmid. Lalu, kenapa begitu besar pahalanya? Apa keistimewaan ucapan ini? Karena ucapan tahmid mengandung pengakuan dari hambaNya yang lemah bahwa semua pujian hanya bagi Allah Ta'ala, dan Dialah yang paling berhak menerimanya, bukan selainNya.
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari:
وسبب ذلك أن التحميد إثبات المحامد كلها لله
Sebab hal itu (besarnya pahala) adalah karena ucapan tahmid merupakan penetapan bahwa segala pujian adalah untuk Allah. (At Tuhfah, hadits No. 23)
Jika kita melihat keutamaan membaca Alhamdulillah, maka tidak mengherankan jika ucapan tersebut dapat memenuhi timbangan kebaikan bagi pengucapnya pada hari kiamat nanti. Keutamaan-keutamaan itu tertera di berbagai riwayat berikut ini.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ
Dzikir yang paling utama adalah Laa Ilaha Illallah dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah. (HR. At Tirmidzi No.3383 , katanya: hasan gharib. Ibnu Majah No. 3800 , An Nasa'i dalam As Sunan Al Kubra No. 10667 . Syaikh Al Albani menshahihkan dalam berbagai kitabnya, Shahih At Targhib wat Tarhib No. 1526 , Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 2306, dll)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَب الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدهُ عَلَيْهَا
Sesungguhnya Allah sungguh ridha terhadap hamba yang makan makanan lalu dia memujiNya atas makanan itu, atau dia minum sebuah minuman lalu dia memujiNya atas minuman itu. (HR. Muslim No. 2734)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
لو أن الدنيا كلها بحذافيرها بيد رجل من أمتي، ثم قال: الحمد لله لكان الحمد لله أفضل من ذلك
Seandainya seluruh dunia dengan sebagiannya berada di tangan seorang laki-laki di antara umatku, kemudian dia berkata Alhamdulillah, maka Alhamdulillah lebih utama dibandingkan hal itu. (HR. Ad Dailami No. 5083 , Ibnu 'Asakir, 16 /54 , Kanzul 'Ummal No. 6406 , Al Qurthubi dalam Al Jami' li Ahkamil Quran, 1 /131) Ibnu 'Abbas Radhiallahu 'Anhuma menceritakan:
قال عمر قد علمنا سبحان الله ولا إله إلا الله فما الحمد لله؟ فقال علي: كلمة رضيها الله لنفسه وأحب أن تقال
"Umar berkata: Kami telah mengetahui Subhanallah dan Laa Ilaha Illallah, namun apakah Alhamdulillah?" Ali menjawab: "Kalimat yang Allah ridhai untuk diriNya dan Dia paling suka untuk disebutkan." (Lihat Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul 'Ummal No. 3956)
Dalam hal kaitan ucapan Alhamdulillah dan Asy Syukru, telah terjadi perbedaan pendapat para mufassir sejak masa salaf hingga khalaf. Di antara mereka ada yang mengatakan keduanya adalah sama saja, ada yang mengatakan Alhamdu lebih umum dari Asy Syukru, dan ada yang mengatakan sebaliknya. Untuk detilnya silahkan merujuk kepada Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al Fatihah ayat kedua.
Selanjutnya:
وسُبْحَانَ اللهِ والحَمْدُ للهِ تَمْلآنِ - أَو تَمْلأُ - مَا بَيْنَ السَّمَاءِ والأَرْضِ: Subhanallah dan Al Hamdulillah keduanya akan memenuhi -atau dia akan memenuhi- apa-apa di antara langit dan bumi
Yaitu ucapan tasbih dan tahmid memiliki pahala yang memenuhi langit dan bumi, lantaran dua kalimat tersebut memiliki keutamaan berupa mengembalikan pujian hanya kepadaNya dan pensucian juga hanya kembali kepadaNya.
Syaikh Abul 'Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:
مَعْنَاهُ أَنَّهُ لَوْ قُدِّرَ ثَوَابُهُمَا جِسْمًا لَمَلَآ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ، وَسَبَبُ عِظَمِ فَضْلِهِمَا مَا اِشْتَمَلَتَا عَلَيْهِ مِنْ التَّنْزِيهِ لِلَّهِ بِقَوْلِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ. وَالتَّفْوِيضِ وَالِافْتِقَارِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى بِقَوْلِهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ
Maknanya adalah seandainya wujud pahala keduanya ditakar, keduanya akan memenuhi antara langit dan bumi. Penyebab begitu agungnya keutamaan kedua kalimat ini adalah karena keduanya mengandung pensucian Allah, yang terdapat dalam ucapan: subhanallah, dan menyerahkan semua hajatnya kepada Allah Ta'ala dengan ucapannya: Alhamdulillah. (Tuhfah Al Ahwadzi, 9 /350. Darul Kutub Al 'Ilmiyah, Beirut)
Kalimat تَمْلآنِ - أَو تَمْلأُ ( keduanya akan memenuhi -atau dia akan memenuhi) adalah keraguan yang terjadi pada rawi, sebagaimana yang disyarahkan dalam berbagai kitab syarah hadits.
Tentang keutamaan tasbih dan tahmid, disebutkan secara khusus dalam hadits Samurah bin Jundab Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ. لاَ يَضُرُّكَ بَأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
Ucapan yang paling Allah sukai ada empat: Subhanallah, Alhamdulillah, Laa Ilaha illallah, Allahu Akbar. Tidak masalah bagimu ucapan yang mana yang didahulukan. (HR. Muslim No. 2137)
Jadi, dari empat kalimat dzikir ini tidak masalah diucapkan secara tidak berurutan. Semuanya termasuk yang paling Allah Ta'ala sukai, dan secara khusus tasbih dan tahmid ditempatkan dalam hadits yang kita bahas ini.
Selanjutnya:
وَالصَّلاةُ نُورٌ: dan shalat adalah cahaya
Yaitu menjadi petunjuk bagi pelakunya yang menerangi jalan hidupnya kepada kebenaran di dunia dan meneranginya dari kegelapan akhirat.
Para ulama telah banyak memberikan syarah atas maksud ucapan ini. Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anashari Rahmatullah 'Alaih menerangkan:
يستنير بها قلب المؤمن في الدنيا ، وربما يظهر على وجهه البهاء ، وتكون له نورا في ظلمات يوم القيامة
Hati seorang mu'min menjadi terang di dunia karenanya, bisa jadi akan nampak pada wajahnya yang bercayaha, dan dia juga memiliki cahaya yang meneranginya di kegelapan hari kiamat nanti. (At Tuhfah, Syarah No. 23)
Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan:
( والصلاة نور ) لأنها تهدي إلى الصواب كما أن النور يستضاء به أو لأنها سبب لإشراف أنوار المعارف
(Shalat adalah cahaya) karena shalat memberikan petunjuk kepada kebenaran sebagaimana cahaya yang meneranginya atau karena shalat merupakan sebab untuk mendapatkan penghormatan berbagai cahaya pengetahuan. (At Taisir, 2 /241)
Syaikh Abul 'Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:
والصلاة نور معناه أنها تمنع من المعاصي وتنهى عن الفحشاء والمنكر وتهدي إلى الصواب
Shalat adalah cahaya maknanya adalah shalat menjadi penghalang dari berbagai maksiat, pencegah dari perbuatan keji dan munkar, dan petunjuk menuju kebenaran. (Tuhfah Al Ahwadzi, 9 /350)
Disebutkan juga bahwa pahala shalat akan menjadi penerang bagi pelakunya pada hari kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa shalat akan menjadi cahaya yang nampak pada wajah pelakunya pada hari kiamat nanti, dan juga di dunia wajahnya bercahaya dan berseri. (Ibid)
Apa yang dikatakan para ulama ini, sebenarnya telah dijelaskan dalam banyak ayat, di antaranya:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya hal itu adalah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (QS. Al Baqarah (2 ): 45)
Ayat lainnya:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Tegakkanlah shalat sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar. (QS. Al Ankabut (29 ): 45)
Ayat lainnya:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ...
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.... (QS. Al Fath (48 ): 29) والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَو عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوبِقُهَا (رواه مسلم.(
والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ: dan sedekah itu adalah burhan (bukti)
Yaitu bukti atas keimanan pelakunya, sebaliknya orang yang bakhil dari sedekah, merupakan bukti lemahnya iman.
Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan:
( والصدقة برهان ) حجة جلية على إيمان صاحبها
(Sedekah adalah bukti) yaitu hujjah (bukti) yang besar atas keimanan pelakunya. (At Taisir bisyarhi Al jami' Ash Shaghir, 2 /241)
Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah mengatakan lebih lengkap:
والصدقة برهان : حجة على إيمان فاعلها بمجازاة يوم القيامة ، لأن المنافق يمتنع منها لكونه لا يعتقد الثواب فيها
(Sedekah adalah bukti): yaitu hujjah atas keimanan pelakunya dengan mendapatkan balasan pada hari kiamat, karena orang munafik terhalang untuk bersedekah karena tidak meyakini adanya pahala di dalamnya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 23)
Syaikh Abul 'Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:
كأن العبد إذا سئل يوم القيامة عن مصرف ماله كانت صدقاته براهين في جواب هذا السؤال فيقول تصدقت به ويجوز أن يوسم المتصدق بسيما يعرف بها فيكون برهانا له على حاله ولا يسأل عن مصرف ماله وقيل معناه الصدقة حجة على إيمان فاعلها فإن المنافق يمتنع منها لكونه لا يعتقدها فمن تصدق استدل بصدقته على صدق إيمانه
Seakan seorang hamba jika pada hari kiamat nanti ditanya tentang pemakain hartanya, maka sedekahnya itu akan menjadi bukti dalam menjawab pertanyaan itu. Dia mengatakan: "Saya mensedekahkannya." Boleh juga maknanya adalah sedekah akan memberikan tanda bagi orang yang bersedekah dengan tanda yang bisa dikenali, dan itu menjadi burhan baginya atas keadaan dirinya, dan dia tidak akan ditanya tentang pemakaian hartanya (karena sudah dikenali, pen). Ada juga yang memaknai bahwa sedekah akan menjadi bukti keimanan bagi pelakunya, karena orang munafik terhalang untuk melakukannya karena dia tidak meyakininya, jadi barangsiapa yang bersedekah maka sedekah itu menjadi dalil kejujuran imannya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 9 /350)
Jika kita lihat penjelasan para ulama ini, maka makna sedekah dalam kontyeks hadits ini hanya terbatas pada pengeluaran harta untuk semua jenis kebaikan dengan niat mencari ridha Allah Ta'ala.
Lalu, apakah sedekah (shadaqah) itu? Apa perbedaannya dengan infaq ?
- Makna Sedekah
Sedekah memiliki makna lebih luas dibanding infaq, sebab dia berupa kebaikan harta dan non harta. Oleh karenanya, sedekah bisa termasuk infaq, zakat, dzikir dan beramal shalih (berbuat baik).
Untuk sedekah bermakna infaq, Allah Ta'ala berfirman di dalam banyak ayat, kami sebut satu saja:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. Al Baqarah (2 ): 276)
Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
Jika seorang laki-laki berinfak (membelanjakan harta) untuk keluarganya dalam rangka ihtisab, maka itu baginya adalah sedekah. (HR. Bukhari No. 55)
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:
والمراد بالاحتساب القصد إلى طلب الأجر
"Yang dimaksud dengan Ihtisab adalah bertujuan mencari pahala." (Fathul Bari, 9 /498)
Untuk sedekah bermakna zakat, Allah Ta'ala berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. At Taubah (9 ): 103)
Ada pun dalam hadits, sedekah juga termasuk di dalamnya berdzikir dan beramal shalih. Dari Abu Dzar Radhiallahu 'Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
"Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, dan amar ma'ruf nahi munkar adalah sedekah, dan pada kemaluan kalian juga ada sedekah." Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang kami mendatangi isterinya dengan syahwatnya, di dalamnya terdapat pahala?" Beliau bersabda: "Apa pendapatmu seandainya itu diletakkan pada cara yang haram, maka itu mendapatkan dosa, begitu pula jika meletakkannya pada tempat yang halal maka akan mendapatkan pahala." (HR. Muslim No. 1006 , Ahmad No. 21511 , Al Baghawi No. 1644)
Dari Abu Burdah, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ فَقَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَلْيَعْمَلْ بِالْمَعْرُوفِ وَلْيُمْسِكْ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا لَهُ صَدَقَةٌ
"Hendaknya setiap muslim bersedekah." Mereka bertanya: "Wahai Nabi Allah, lalu bagaimana dengan orang yang tidak punya?" Beliau bersabda: "Bekerja dengan tangannya dan membuat dirinya bermanfaat, itu juga sedekah." Mereka bertanya: "Kalau juga tidak punya?" Beliau bersabda: "Menolong kebutuhan orang yang sedang berduka." Mereka bertanya: "Jika tidak ada?" Beliau bersabda: "Hendaknya melakukan kebaikan, dan menahan diri dari keburukan, maka itu baginya juga sedekah." (HR. Bukhari No. 1445)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
كُلُّ سُلَامَى عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ يُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ يُحَامِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ وَكُلُّ خَطْوَةٍ يَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَدَلُّ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Setiap ruas tulang jari ada sedekah, setiap hari orang yang menjadikan hewan melatanya membawa dan mengangkat perhiasaannya itu juga sedekah, tutur kata yang baik dan setiap langkah menuju shalat adalah sedekah, dan menunjukkan arah jalan juga sedekah. (HR. Bukhari No. 2891)
- Makna Infaq
Infaq adalah membelanjakan harta. Mencakup yang wajib seperti zakat, nazar, kaffarat, dan nafkah kepada keluarga. Juga yang sunah seperti infaq buat fakir miskin, yatim piatu, korban bencana alam, untuk kemakmuran masjid, dan sebagainya.
Infaq dalam pengertian zakat dan nafkah kepada keluarga, Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, menegakkan shalat, dan menginfakkan rezeki yang telah Kami berikan. (QS. Al Baqarah (2 ): 3)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan:
وقال علي بن أبي طلحة، وغيره عن ابن عباس: { وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ } قال: زكاة أموالهم.
وقال السدي، عن أبي مالك، وعن أبي صالح، عن ابن عباس، وعن مرة عن ابن مسعود، وعن أناس من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم { وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ } قال: هي نفقة الرجل على أهله، وهذا قبل أن تنزل الزكاة.
Berkata Ali bin Abi Thalhah dan selainnya, dari Ibnu Abbas bahwa arti ( dan menginfakkan rezeki yang telah Kami berikan) dia berkata: zakat dari harta mereka. As Suddi berkata, dari Abu Malik, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dari orang-orang kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (dan menginfakkan rezeki yang telah Kami berikan), katanya: itu adalah nafkah seorang laki-laki kepada keluarganya, dan ini diturunkan sebelum diturunkan wajibnya zakat. (Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 1 /168)
Infaq dengan pengertian yang lebih umum, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Tidaklah seorang hamba berada pada pagi harinya, melainkan ada dua malaikat yang turun dan berdoa yang malaikat yang pertama: "Ya Allah berikanlah orang yang berinfaq gantinya," yang lain berdoa: "Ya Allah, berikan kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya." (HR. Bukhari No. 1442 dan Muslim No. 1010)
Selanjutnya:
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ: sabar adalah pelita
Yaitu sabar dalam menjalankan ketaatan dan sabar dalam menjauhi maksiat, itulah pelita yang membawanya kepada jalan kebenaran.
Syaikh Abul 'Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah berkata:
والصبر ضياء معناه الصبر المحبوب في الشرع وهو الصبر على طاعة الله تعالى والصبر عن معصيته
(Sabar adalah pelita) maknanya adalah kesabaran yang dicintai di dalam syariat, itu adalah kesabaran dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala, dan sabar dari maksiat kepadaNya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 9 /350)
Beliau melanjutkan:
والمراد أن الصبر المحمود لا يزال صاحبه مستضيئا مهتديا مستمرا على الصواب قال إبراهيم الخواص الصبر هو الثبات على الكتاب والسنة
Maksudnya bahwa sabar yang terpuji membuat pelakunya senantiasa disinari oleh petunjuk kepada kebenaran yang terus menerus. Ibrahim Al Khawash berkata: "Sabar adalah teguh di atas Al Kitab dan As Sunnah." (Ibid) Sabar Itu Indah
Orang-orang sukses, dunia dan akhirat, salah satu kuncinya oleh kesabaran. Lihatlah betapa sabarnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dalam mendakwahkan Islam di Jazirah Arab. Walau tantangan, ancaman, pengusiran, bahkan percobaan pembunuhan sudah berkali-kali dirasakannya ketika tiga belas tahun dakwah di Mekkah, akhirnya Allah Ta'ala menangkan dakwah Islam karena buah kesabaran Beliau dan para sahabatnya.
Sabar memang berat, tetapi indah hasilnya. Oleh karena itu, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah memasukkan sabar dalam menuntut ilmu, sabar dalam menghafalkan ilmu, dan sabar dalam menyampaikan ilmu adalah termasuk jihad fisabilillah. Maka, dari sini kita bisa mengetahui bahwa sabar bukanlah kelemahan, justru sabar adalah kekuatan, sabar bukan kelesuan tetapi dia adalah gairah hidup, sabar bukan kecengengan tetapi dia adalah ketegaran, sabar bukanlah pesimis tetapi dia adalah optimis, dan sabar bukanlah diam membisu tetapi dia adalah pantang menyerah. Dan, orang sabar bukan sekedar yang tidak menangis ketika mendapatkan musibah, bukan pula sekedar tidak mengeluh ketika tertimpa kesulitan, sebab itu barulah tahapan awal kesabaran.
Allah Ta'ala berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
`Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran (3 ): 146)
Sabar itu Pada Pukulan Yang Pertama
Ya, sabar yang benar adalah terjadi pada reaksi awal dari musibah. Bukan sabar jika seseorang marah, meratap, dan menyesali yang diperolehnya, barulah dia bisa bersabar setelah beberapa lama.
Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersaba:
الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
"Sabar adalah pada hantaman yang pertama." (HR. Bukhari No. 1223)
Dibalik Sabar Ada Kemenangan
Ini adalah janji Allah Ta'ala kepada hamba-hambaNya yang bersabar. Dan, janjiNya adalah benar. Namun jangan lupa, sabar juga bukan kekuatan tanpa perhitungan, sabar bukan ketegaran tanpa tujuan, sabar bukan pesimis tanpa arahan, sabar bukanlah gerak pantang menyerah namun tanpa pemikiran yang matang. Tidak demikian. Tetapi sabar adalah berpadunya kekuatan dan perhitungan, ketegaran dan tujuan, optimis dan arahan, gerak pantang menyerah dan pemikiran matang, maka tunggulah kemenangan yang Allah Ta'ala janjikan.
Perhatikan firman Allah Ta'ala berikut:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَفْقَهُونَ (65 ) الآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (66) }
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Anfal (8 ): 65- 66)
Maka, Maha Benar Allah ketika berfirman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (QS. Al Baqarah (2 ): 45)
Ya, orang sabar akan menjadi pemenang, bagaimana mungkin mereka kalah padahal Allah Ta'ala bersama mereka? Innallaha ma'ash shaabiriin (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar).....
Beginilah Kesabaran Mereka
Nabi Nuh 'Alaihissalam menyebarkan dakwah tauhid dalam waktu 950 tahun, walau dia tahu pengikutnya tidak akan banyak, namun dia tetap berjuang tanpa putus asa.
"Dan telah diwahyukan kepada Nuh bahwasanya tidak akan ada yang beriman di antara kaumnya kecuali orang-orang yang telah beriman ( dari sebelumnya ) maka janganlah kamu putus asa karena apa yang mereka lakukan." ( QS. Huud : 36 )
Dari ayat ini kita bisa tahu bahwa Nabi Nuh 'Alaihissalam tidak akan banyak pengikut, tetapi dia terus mendakwahkan agama tauhid tanpa putus asa selama 950 tahun.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, kemudian dia tinggal di antara mereka selama 950 tahun..." ( QS. Al 'Ankabut : 14 )
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengalami penyiksaan yang amat memilukan selama tiga periode kepempimpinan khalifah yang berbeda yakni khalifah Al Makmun, Al Mu'tashim, dan Al Watsiq, demi mempertahankan aqidah yang benar bahwa Al Quran adalah kalamullah (firman Allah), dan Al Quran bukan makhluk Allah sebagaimana keyakinan kelompok menyimpang Mu'tazilah. Namun, akhirnya pada masa Al Watsiq beliau dibebaskan, bahkan khalifah ini mengakui kebenaran keyakinan Imam Ahmad bin Hambal dan mendukung dakwahnya.
Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalani Rahimahullah menyusun kitab Fathul Bari selama 25 tahun. Kitab yang memberikan penjelasan terhadap hadits-hadits yang terdapat kitab Shahih Bukhari. Dan, kita ini dinilai sebagai kitab terbaik dan terlengkap dalam bidangnya, khususnya dalam memberikan penjelasan (syarah) terhadap Shahih Bukhari.
Masih banyak contoh-contoh kesabaran orang-orang besar dan sukses selain mereka.Lalu, di manakah posisi kita di antara mereka?
Selanjutnya:
وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَو عَلَيْكَ: Al Quran adalah hujjah bagimu dan atasmu
Yaitu dengan Al Quran kamu dapat masuk surga ketika kamu membaca, memahami, dan mengamalkan isinya, dan juga karena Al Quran kamu akan dilemparkan ke neraka lantaran kamu meninggalkannya.
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
والقرآن حجة لك أو عليك معناه ظاهر أي تنتفع به إن تلوته وعملت به وإلا فهو حجة عليك
(Al Quran adalah hujjah bagimu dan atasmu) makanya secara zahir adalah kamu akan mendapatkan manfaat dengannya jika kamu membacanya, jika tidak, maka Al Quran menjadi hujjah atasmu. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3 /102 , Tuhfah Al Ahwadzi, 9 / 350- 351)
Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan:
(والقرآن حجة لك) يدلك على النجاة إن عملت به (أو عليك) إن أعرضت عنه فيدل على سوء عاقبتك
(Al Quran adalah hujjah bagimu) artinya Al Quran akan menunjukkan kamu kepada keselamatan jika kamu mengamalkannya (atau hujjah atasmu) yaitu jika kamu berpaling darinya maka akan mengantarkanmu kepada keburukan bagimu pada akhirnya. (Faidhul Qadir, 4 /385)
Beberapa Fadhilah Hidup Bersama Al Quran
- Diberikan petunjuk ke jalan yang lurus dan paling lurus
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus. (QS. Al Isra' (17 ): 9)
Dalam Tafsir Al Muyassar dijelaskan:
إن هذا القرآن الذي أنزلناه على عبدنا محمد يرشد الناس إلى أحسن الطرق، وهي ملة الإسلام
Sesungguhnya Al Quran ini, yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, Muhammad, membimbing manusia kepada jalan yang paling baik, yaitu agama Islam. (Tafsir Al Muyassar, 5 /4)
Syaikh As Sa'di Rahimahullah memberikan penjelasan yang sangat bagus:
يخبر تعالى عن شرف القرآن وجلالته وأنه { يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ } أي: أعدل وأعلى من العقائد والأعمال والأخلاق، فمن اهتدى بما يدعو إليه القرآن كان أكمل الناس وأقومهم وأهداهم في جميع أموره.
Allah Ta'ala mengabarkan tentang kemuliaan Al Quran dan keagungannya, bahwa dia (memberikan petunjuk ke jalan yang lebih lurus) yaitu paling pertengahan, paling tinggi berupa aqidah, perbuatan, dan akhlak. Maka, barangsiapa yang mendapatkan petunjuk dengan apa-apa yang diserukan oleh Al Quran, maka dia menjadi manusia paling sempurna, paling lurus jalannya, paling benar petunjuknya di setiap urusannya. (Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Manan, Hal. 454. Muasasah Ar Risalah)
Dalam ayat lain Allah Ta'ala berfirman:
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al Maidah (5 ); 16)
- Diberikan berkah dan rahmat
Allah Ta'ala berfirman:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. (QS. Al An'am (6 ): 155)
Dalam ayat lain:
وَإِنَّهُ لَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. An Naml (27 ): 77)
Dalam hadits juga disebutkan:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ Tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah di antara rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mengkajinya, melainkan ketenangan akan turun kepada mereka, rahmat akan menaungi mereka, dan malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka kepada makluk yang di sisiNya. Barang siapa yang tertunda karena amalnya, maka tidaklah dia dipercepat oleh nasabnya." (HR. Muslim No. 2699 . Abu Daud No. 1455 , 4946 . Ibnu Majah No. 225 . Ahmad No. 7427 . Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 8 /729 . Al Baghawi No. 130)
- Menjadi penawar (obat) bagi yang membaca dan mempelajarinya
Allah Ta'ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارً
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al Isra (17 ): 82)
Dalam Tafsir Al Muyassar disebutkan:
وننزل من آيات القرآن العظيم ما يشفي القلوب مِنَ الأمراض، كالشك والنفاق والجهالة، وما يشفي الأبدان برُقْيتها به
Kami menurunkan ayat-ayat Al Quran yang agung apa-apa yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit, seperti keraguan, nifaq, kebodohan, dan apa-apa yang bisa menyembuhkan penyakit badan dengan menjadikannya sebagai ruqyah. (Tafsir Al Muyassar, 5 /76)
- Diberikan Syafa'at pada hari kiamat
Dari Abu Umamah Al Bahili Radhiallahu 'Anhu, katanya: Aku mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
Bacalah Al Quran karena dia akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafaat para bagi pembacanya. (HR. Muslim No. 804)
- Diberikan pahala walau bacanya terbata-bata
Dari Aisyah Radhiallahu 'Anha, Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ حَافِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَمَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ وَهُوَ يَتَعَاهَدُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شَدِيدٌ فَلَهُ أَجْرَانِ
Perumpamaan orang yang membaca Al Quran dan dia hafal terhadapnya, dia akan bersama para malaikat yang mulia, dan orang yang membacanya dalam keadaan berat dan kesulitan, maka baginya dua pahala. (HR. Bukhari No. 4937 , Muslim No. 798 , dengan lafaz: yatata'ta' fihi (terbata-bata membacanya)Abu Daud No. 1454 , At Tirmidzi No. 2904 , katanya: hasan shahih. Ad Darimi dalam Sunannya No. 3368 , An Nasa'i dalam As Sunan Al Kubra No. 8047 , 8054 ,, Ahmad No. 24257 , 25632 . Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 24257 , 25632 , Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya No. 1341 , Abu 'Uwanah dalam Musnadnya No. 3806. Di atas adalah menurut lafaznya Imam Bukhari)
Imam Ibnul Atsir Rahimahullah menyebutkan bahwa makna "Ma'a As Safarah Al Kiram Al Bararah" yaitu bersama malaikat (An Nihayah fi Gharibil Atsar, 1 /294), sementara Imam An Nawawi menyebutkan beragam makna, ada yang mengartikan para rasul, ada pula yang mengartikan orang taat, baik, mulia, dan ma'shum, serta ada juga yang mengartikan malaikat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6 /84 , Tuhfah Al Ahwadzi, 8 /174)
Makna "terbata-bata" dan "dua pahala", kata Imam An Nawawi:
وأما الذي يتتعتع فيه فهو الذي يتردد في تلاوته لضعف حفظه فله أجران أجر بالقراءة وأجر بتتعتعه في تلاوته ومشقته
Ada pun orang yang terbata-bata membacanya, dia adalah orang yang bimbang dalam bacaannya lantaran lemahnya hapalannya. (bagianya dua pahala) yaitu pahala membacanya dan pahala terbata-bata dan kesulitan yang dialami dalam membacanya. (Al Minhaj, 6 /85)
- Disebut Sebagai Keluarga Allah 'Azza wa Jalla
Dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنْ النَّاسِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ هُمْ أَهْلُ الْقُرْآنِ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
"Sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari kalangan manusia." Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, siapakah mereka?" Beliau bersabda: "Mereka adalah Ahlul Quran, keluarga Allah, dan diistimewakanNya." (HR. Ibnu Majah No. 215 , An Nasa'i dalam As Sunan Al Kubra No. 8031 , Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman No. 2688 , Ahmad No. 12301 , Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 12301 . Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami' No. 2165)
Dan masih banyak sekali keutamaan lainnya.
Bahaya-bahaya Menjauh Dari Al Quran
Banyak kerugian yang akan dialami oleh orang yang melupakan Al Quran, di antaranya:
- Diberikan Penghidupan yang sempit
Allah Ta'ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS. Thaha (20 ): 124)
Makna dzikri di sini adalah Al Quran, Imam Ibnu Katsir mengatakan:
أي: خالف أمري، وما أنزلته على رسولي، أعرض عنه وتناساه وأخذ من غيره
Yaitu menyelisihi perintahKu, dan apa yang Aku turunkan kepada RasulKu, dia berpaling darinya dan meluopakannya dan mengambil dari selainnya. (Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 5 /322) [1]
Mereka akan diberi penghidupan yang sempit, jika kita melihat mereka mengalami kemudahan dalam ma'isyah (penghasilan), maka kesempitan itu akan diberikan di kuburnya berupa azabNya.
Dijelaskan dalam Tafsir Al Muyassar:
فإن له في الحياة الأولى معيشة ضيِّقة شاقة -وإن ظهر أنه من أهل الفضل واليسار-، ويُضيَّق قبره عليه ويعذَّب فيه
Maka sesungguhnya baginya pada kehidupan yang pertama (di dunia) berupa penghidupan dan sempit dan sulit - jika nampak bahwa dia termasuk orang banyak karunia dan kemudahan- maka dia akan disempitkan dan diazab di dalam kuburnya. (Tafsir Al Muyassar, 5 /408)
- Dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta
Allah Ta'ala menjelaskan:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan akan Kami kumpulkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan buta. (QS. Thaha (20 ): 124)
Abu Shalih, Mujahid, dan As Suddi mengatakan makna "buta" adalah mereka tidak memiliki hujjah dihadapan Allah. 'Ikrimah mengatakan bahwa mereka buta dari segala hal, kecuali neraka jahanam. (Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 5 /324)
- Hidupnya tersesat
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما مسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
"Telah aku tinggalkan untuk kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan pernah tersesat: Kitabullah dan Sunah NabiNya." (HR. Malik dalam Al Muwatha' No. 1594 , secara mursal. Syaikh Al Albani menyatakan: hasan. Lihat Misykah Al Mashabih No. 186)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda (ketika khutbah haji wada'):
إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا كتاب الله وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم
"Sesungguhnya saya telah meninggalkan pada kalian apa- apa yang jika kalian komitmen dengannya niscaya tidak akan tersesat selamanya, Kitabullah dan Sunah NabiNya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam."
Imam Al Hakim mengatakan tentang riwayat ini:
وذكر الاعتصام بالسنة في هذه الخطبة غريب ويحتاج إليها وقد وجدت له شاهدا من حديث أبي هريرة
Penyebutan berpegang teguh dengan sunnah pada khutbah ini adalah ghariib (asing),dan membutuhkan adanya penjelasan kepadanya. Saya telah menemukan syahid (penguat) bagi hadits ini, dari hadits Abu Hurairah. (Al Mustadrak No. 318)
Hadits sebagai syahid tersebut adalah;
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إني قد تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهما كتاب الله وسنتي ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Saya telah tinggalkan pada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang pada keduanya: Kitabullah dan Sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangi aku di Al Haudh (telaga)." (Al Mustadrak No. 319 . Hadits ini shahih, lihat Shahihul Jami' No.2937)
Mafhum mukhalafah-nya, jika berpegang pada Al Quran dan As Sunnah tidak akan tersesat maka, menjauhinya akan tersesat. Hal ini juga ditegaskan dalam Al Quran:
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. Az Zumar (39 ): 22)
- Mendapatkan azab yang buruk
Allah Ta'ala berfirman:
أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَى مِنْهُمْ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ
Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Sesungguhnya jikalau kitab ini diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka." Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksa yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (QS. Al Maidah (5 ): 157)
- Terus menerus dalam kegelapan
Orang yang berpaling dari Al Quran akan terus menerus dalam kegelapan (Az Zhulm). Allah Ta'ala berfirman:
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim (14 ): 1) - Kehidupan yang merugi
Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al Baqarah (2 ): 121)
Dan masih banyak bahaya- bahaya lainnya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat.
Selanjutnya:
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوبِقُهَا: setiap manusia berusaha untuk menjual dirinya maka dia menjadi merdeka (dari azab, pen) atau menjadi binasa
Yaitu setiap manusia berusaha untuk menjual dirinya kepada Allah Ta'ala dengan melakukan ketaatan dan menjauhi laranganNya, maka mereka akan selamat dari azab, ada pun setiap manusia yang menjual dirinya kepada syetan dan hawa nafsu, lalu dia menjadi budaknya, maka dia tidak akan selamat, dan akan binasa karenanya.
Kullun Naas Yaghduu, arti yaghduu sama dengan yushbihu (berpagi hari), artinya setiap manusia bersegera (yubakkiru). Jadi, setiap manusia bersegera untuk berusaha/berupaya/beramal.
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
أي كل إنسان يسعى بنفسه فمنهم من يبيعها لله تعالى بطاعته فيعتقها من العذاب ومنهم من يبيعها للشيطان والهوى باتباعهما فيوبقها أي يهلكها
Setiap manusia berupaya dengan dirinya sendiri, di antara mereka ada yang menjual dirinya untuk Allah Ta'ala dengan mentaatiNya, maka dia dibebaskan dari azab. Di antara mereka ada yang menjual dirinya kepada syetan dan hawa nafsu, dengan mengikutinya, maka dia menjadi dibinasakan olehnya. (Al minhaj Syarh Shahih Muslim, 3 /102 , Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi, 9 /351)
Wallahu A'lam
[1] Adz Dzikru adalah nama lain dari Al Quran. Allah Ta'ala berfirman;
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Quran dan Kami juga yang akan menjaganya. (QS. Al Hijr (15 ): 9)
Tags: syarah hadits arbain